
Tulisan ini saya buat sebagai bentuk keprihatinan saya melihat realita yang selama ini ada dalam kehidupan mahasiswa khususnya teman teman seperjuangan saya yang mulai apatis terhadap permasalahan masyarakat sekitar dan selalu menomorsatukan budaya hedonis dengan bersenang senang menikmati kebahagian dunia. Bukan bermaksud sok, bukan pula menggurui, melainkan hanya untuk mengajak menjadi mahasiswa ideal yang sesuai dengan peran. Meski saya juga masih belum pantas dikatakan sebagai mahasiswa ideal, tidak ada salahnya untuk mengajak rekan rekan sekalian berkolaborasi demi kebaikan.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, mahasiswa merupakan anggota masyarakat yang berada pada tatanan elit karena pendidikan intelektual yang dimilikinya. Mahasiswa mempunyai peran istimewa yang harus dipikul, yakni sebagai agent of change, social control, iron stock, dan moral force dalam masyarakat. Pada dasarnya mahasiswa memiliki identitas diri yang tersusun dalam sebuah istilah
Tri Dharma Perguruan Tinggi. Istilah yang diambil dari bahasa sansekerta “Tri” (tiga) dan “Dharma” (Kewajiban) ini menjadi tiga pilar dasar pola pikir yang wajib dimiliki oleh mahasiswa sebagai kaum intelektual. Tujuan adanya pilar dasar ini harapannya dapat melahirkan orang orang yang memiliki semangat juang tinggi, pemikiran kritis, inovatif, dan lain-lain. Tri Dharma Perguruan Tinggi terdiri dari tiga poin, yaitu (1) Pendidikan dan Pengajaran, (2) Penelitian dan Pengembangan, dan (3) Pengabdian Masyarakat.
Tri Dharma Perguruan Tinggi. Istilah yang diambil dari bahasa sansekerta “Tri” (tiga) dan “Dharma” (Kewajiban) ini menjadi tiga pilar dasar pola pikir yang wajib dimiliki oleh mahasiswa sebagai kaum intelektual. Tujuan adanya pilar dasar ini harapannya dapat melahirkan orang orang yang memiliki semangat juang tinggi, pemikiran kritis, inovatif, dan lain-lain. Tri Dharma Perguruan Tinggi terdiri dari tiga poin, yaitu (1) Pendidikan dan Pengajaran, (2) Penelitian dan Pengembangan, dan (3) Pengabdian Masyarakat.
Pengabdian masyarakat, salah satu poin tiga pilar dasar yang terdapat dalam tri dharma perguruan tinggi merupakan bentuk sosialisasi dan aktualisasi diri mahasiwa untuk mengaplikasikan ilmu yang telah didapatkannya dibangku perkuliahan kepada masyarakat sekitar demi terwujudnya kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Pengabdian diperlukan agar ilmu yang didapatkan mahasiswa tidak hanya untuk konsumsi pribadi melainkan juga berusaha untuk memberikan kemanfaatan dalam mengatasi permasalahan yang ada dimasyarakat.
Faktanya, poin pengabdian masyarakat masih minim penerapannya di kalangan mahasiswa. Banyak sekali mahasiswa yang apatis terhadap pengabdian masyarakat dan meninggalkan amanah serta tanggung jawabnya sebagai agent of change. Ketidakdekatan mahasiswa dengan masyarakat menjadikan mahasiswa buta akan permasalahan sosial yang semakin masif terjadi dan menimbulkan gap diantara mereka. Gaya hidup hedonis telah menjadikan mahasiswa menghabiskan waktu hanya untuk memanjakan kebahagiaan semu tak berarti. Alasan masih banyak tugas perkuliahan yang harus diselesaikan juga menjadi buaian yang terus menerus dilantunkannya agar terbebas dari tuntutan peran tersebut.
Mahasiswa acapkali mempersepsikan bahwa proses belajar hanya berlangsung dalam kelas perkuliahan saja. Hal itulah yang selama ini membuat mereka hanya berfokus untuk mengejar IPK setinggi langit tanpa peduli dengan permasalahan disekitarnya, padahal pembelajaran tidak hanya didapatkan melalui kelas perkuliahan saja melainkan juga dengan terjun langsung ke masyarakat. Seperti kata Anies Baswedan bahwa mahasiswa akan merugi jika hanya belajar di dalam kelas saja karena di ujung masa perkuliahan nanti mahasiswa hanya akan keluar membawa selembar kertas bertuliskan transkrip atau selembar kertas ijazah. Masa depan tidak bisa dibuat atau dibangun hanya dengan selembar kertas itu. Sehingga perlu adanya pembelajaran diluar ruang perkuliahan dengan terjun langsung pada permasalahan masyarakat.
Organisasi seperti BEM, HIMA atau Ormawa lainnya telah banyak memfasilitasi mahasiswa untuk terjun langsung dan berkontribusi pada masyarakat sekitar. Realitanya, tingkat apatis yang tinggi justru membuat banyaknya sarana pengabdian ini tak memiliki gairah. Bukan masalah mampu atau tidak mampu tetapi yang dipermaslahkan disini adalah mau atau tidak mau. Sudah seharusnya mahasiswa sebagai calon intelektual mengimplementasikan ilmu yang didapatkannya untuk membawa perubahan dan kemanfaatan bagi masyarakat sekitar dengan memberikan ide ide solutifnya demi mensejahterahkan mereka dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Oleh : Rizky Ananda Putra, Manajemen Unair 2015.
0 komentar:
Posting Komentar